Dalam kasus perceraian atau perselingkuhan, publik seringkali langsung menuding perempuan sebagai pihak yang bersalah. Mengapa stigma ini muncul? Baru-baru ini, publik dikejutkan oleh berita perceraian komedian Andre Taulany dari istrinya, Rien Wartia Trigina. Andre mengungkapkan bahwa selama lebih dari 10 tahun, mereka memiliki perbedaan prinsip dan telah pisah ranjang selama setahun terakhir.

Kenapa Perempuan Selalu Menjadi Kambing Hitam dalam Kasus Cerai atau Selingkuh?

Dalam kasus perceraian atau perselingkuhan, publik seringkali langsung menuding perempuan sebagai pihak yang bersalah. Mengapa stigma ini muncul?

Baru-baru ini, publik dikejutkan oleh berita perceraian komedian Andre Taulany dari istrinya, Rien Wartia Trigina. Andre mengungkapkan bahwa selama lebih dari 10 tahun, mereka memiliki perbedaan prinsip dan telah pisah ranjang selama setahun terakhir.

“Keputusan ini tidak diambil secara mendadak, sudah dipikirkan matang-matang dan melalui proses diskusi,” ujar Andre.

Kabar ini memicu beragam reaksi publik, namun komentar netizen yang menyalahkan sang istri menjadi perhatian utama.

“Memang lebih baik cerai, mulut binimu ke mana-mana,” tulis seorang netizen di Instagram.

Stereotip dan Sistem Patriarki

Stereotip bahwa perempuan selalu disalahkan dalam masalah rumah tangga berakar dari sistem patriarki. Marhaeni menjelaskan bahwa ada struktur sosial yang menciptakan pola pikir ini.

“Patriarki menempatkan laki-laki pada posisi lebih unggul dibandingkan perempuan. Menyalahkan perempuan dalam masalah rumah tangga merupakan bentuk dari pemikiran patriarki,” jelasnya.

Nilai-nilai patriarki meresap tidak hanya dalam pikiran laki-laki, tetapi juga perempuan. Marhaeni mengacu pada teori habitus dari Pierre Bourdieu, di mana nilai-nilai ini menjadi bagian dari struktur sosial yang dipelajari dan diinternalisasi.

“Perempuan seringkali diperlakukan tidak adil dan dilecehkan, tetapi mereka tidak melawan, karena merasa ini adalah cara untuk mengabdi,” tambahnya.

Peran Media Sosial dan Pengemasan Informasi

Psikolog klinis Nisfie Hoesein setuju dengan Marhaeni tentang pengaruh patriarki. Dia menyoroti bahwa perempuan sering disalahkan akibat peran tradisional yang sudah tertanam dalam masyarakat.

“Laki-laki sebagai penyedia dan perempuan sebagai pemelihara hubungan,” jelasnya. “Ketika suami selingkuh, perempuan dianggap gagal dalam peran tersebut.”

Nisfie juga mengkritik cara media massa dan sosial mengemas informasi. Banyak informasi yang disajikan dengan cara yang sederhana dan bombastis, mengabaikan kompleksitas masalah.

Dampak Stigma dan Kesehatan Mental

Selain menghadapi masalah dalam rumah tangga, perempuan juga harus berurusan dengan stigma publik. Marhaeni mencatat bahwa perjuangan perempuan setelah ditinggal suami sering kali tidak terdengar.

“Perempuan Batak yang setelah cerai atau suami meninggal sering memilih tidak menikah lagi, tetapi berjuang untuk keluarganya, dan ini jarang disorot,” ujarnya.

Di sisi lain, laki-laki seringkali didorong untuk segera menikah lagi. Nisfie menambahkan bahwa stigma negatif yang terus-menerus menempel pada perempuan dapat berdampak serius pada kesehatan mental mereka.

“Mereka dihantui penilaian negatif tanpa kesempatan membela diri, sehingga sulit untuk menyetarakan posisi,” katanya.

Akibatnya, banyak perempuan menarik diri dari interaksi sosial, meningkatkan risiko depresi. Selain itu, mereka dapat mengalami masalah kesehatan fisik, seperti gangguan makan dan kurang gerak.

“Dampak lainnya adalah meragukan diri sendiri, karena disalahkan orang lain, hingga berimbas pada menyalahkan diri sendiri,” imbuhnya.

TAGS:

PREDIKSI GUNUNG SALAK

NANA4D TOGEL

LOGIN NANA4D

NANA4D

LOGIN ALTERNATIF

SLOT BET KECIL

SITUS TOGEL HK

SITUS TOTO ONLINE

Toto 4D

SITUS TOTO 4D

Toto 4D

Situs Toto Macau

SITUS TOTO 4D

BANDAR TOGEL MACAU

SLOT THAILAND

NANA4D

More From Author

+ There are no comments

Add yours