Atrofi vagina dapat menyebabkan vagina terasa kering. Hal ini tentu dapat menimbulkan rasa tidak nyaman, terutama saat berhubungan intim. Sebenarnya apa itu atrofi vagina dan apa penyebab dari kondisi ini? Simak jawabannya melalui ulasan berikut.
Apa itu atrofi vagina?
Atrofi vagina atau vaginitis atrofi (atrophic vaginitis) adalah penipisan, pengeringan, dan peradangan pada dinding vagina yang dapat terjadi ketika tubuh kekurangan estrogen.
Kondisi ini paling sering terjadi selama perimenopause dan menopause ketika ovarium sudah memproduksi hormon estrogen dalam jumlah yang lebih sedikit.
Estrogen adalah hormon yang membantu menjaga kesehatan jaringan vagina dengan mempertahankan kelembapan, elastisitas, dan aliran darah yang baik.
Ketika kadar estrogen menurun, dinding vagina dapat menjadi lebih kering, rapuh, dan mudah iritasi.
Meski lebih umum dialami pada masa menopause, atrofi vagina juga dapat dialami oleh wanita yang baru saja melahirkan atau sedang menjalani pengobatan yang memengaruhi kadar hormon estrogen, seperti terapi kanker tertentu.
Selain menyebabkan ketidaknyamanan fisik, atrofi vagina atau atrophic vaginitis juga bisa memengaruhi kualitas hidup, termasuk aktivitas seksual penderitanya.
Apa gejala atrofi vagina?
Melansir Cleveland Clinic, berikut adalah beberapa gejala atrofi vagina atau dinding vagina yang menipis.
- Rasa terbakar atau gatal pada vagina.
- Dispareunia atau rasa nyeri saat berhubungan intim.
- Keputihan yang tidak normal dan menimbulkan bau tidak sedap.
- Keluar darah atau bercak, terutama saat berhubungan intim.
- Gatal pada area vulva.
- Penurunan pelumasan vagina selama berhubungan intim.
Selain itu, atrophic vaginitis juga dapat memengaruhi sistem kemih yang dapat menyebabkan gejala, seperti berikut ini.
- Infeksi saluran kemih (ISK) berulang.
- Tidak mampu menahan buang air kecil (inkontinensia).
- Buang air kecil lebih sering dari biasanya.
- Sakit saat buang air kecil (disuria).
- Keluar darah saat buang air kecil (hematuria).
- Rasa terbakar saat buang air kecil.
Kapan harus ke dokter?
Sebenarnya banyak wanita pascamenopause yang mengalami atrofi sel dinding vagina atau atrofi vagina ini. Namun, hanya sedikit yang menjalani pengobatan.
Sebaiknya, segera konsultasi kepada dokter bila Anda mengalami bercak atau perdarahan vagina yang tidak jelas apa penyebabnya, keputihan yang tidak biasa, rasa gatal, nyeri, atau rasa terbakar pada vagina.
Apa penyebab atrofi vagina?
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pada kebanyakan kasus, penyebab atrofi vagina adalah penurunan kadar estrogen, terutama saat wanita memasuki masa menopause.
Selama masa ini, tubuh akan memproduksi lebih sedikit estrogen. Tanpa hormon ini, lapisan vagina akan menjadi lebih tipis dan kurang elastis. Saluran vagina pun bisa menjadi lebih sempit dan memendek.
Kurangnya hormon estrogen dalam tubuh pun dapat menurunkan jumlah cairan vagina normal dan mengubah keseimbangan pH dalam vagina.
Semua faktor inilah yang membuat jaringan vagina menjadi lebih halus dan lebih mungkin mengalami iritasi.
Apa faktor yang meningkatkan risiko atrofi vagina?
Selain menopause, ada beberapa kondisi yang dapat meningkatkan risiko wanita mengalami atrophic vaginitis dan menurunkan kadar hormon estrogen dalam tubuh, misalnya:
- setelah melahirkan,
- menyusui,
- tidak melahirkan secara normal,
- menjalani pengangkatan ovarium,
- tidak melakukan aktivitas seksual,
- penggunaan pil KB,
- mengonsumsi obat yang mengandung anti-estrogen termasuk tamoxifen,
- pengobatan seperti kemoterapi atau radiasi, hingga
- merokok.
Apa komplikasi yang bisa terjadi akibat atrofi vagina?
Atrofi sel dinding vagina dapat menyebabkan komplikasi bila tidak segera mendapatkan pengobatan, beberapa di antaranya sebagai berikut.
- Infeksi vagina. Perubahan keseimbangan asam pada vagina yang dapat meningkatkan risiko infeksi vagina.
- Masalah saluran kencing. Penderita mungkin mengalami peningkatan frekuensi atau urgensi buang air kecil atau rasa terbakar saat buang air kecil. Beberapa wanita mengalami lebih banyak infeksi saluran kencing atau kebocoran urine (inkontinensia).
Apakah atrofi vagina dapat sembuh?
Bagaimana atrofi vagina didiagnosis?
Diagnosis atrofi vagina biasanya melibatkan beberapa langkah yang dilakukan oleh dokter, biasanya dokter spesialis obstetri dan ginekologi. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.
- Riwayat medis. Dokter akan memeriksa riwayat medis lengkap pasien, termasuk gejala dan faktor-faktor yang mungkin berkontribusi.
- Pemeriksaan fisik. Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan panggul.
- Pap smear. Tes pap smear diperlukan untuk memeriksa kesehatan sel-sel di area serviks dan vagina serta untuk memastikan tidak ada kelainan.
- Tes urine. Jenis tes ini untuk melakukan pengujian, terutama bila Anda memiliki masalah pada saluran kemih.
- Tes keseimbangan asam. Tes ini dilakukan dengan menggunakan strip kertas untuk memeriksa keseimbangan asam atau pH dalam vagina.
- Uji laboratorium. Dokter mungkin melakukan tes laboratorium untuk menyingkirkan infeksi atau kondisi lain yang dapat menyebabkan gejala serupa.
Jika Anda wanita, seberapa rutin Anda melakukan pemeriksaan kesehatan kewanitaan?
Bagaimana cara mengobati atrofi vagina?
Untuk mengatasi atrophic vaginitis, wanita dapat melakukan beberapa cara, di antaranya sebagai berikut.
1. Estrogen topikal
Estrogen topikal dapat mengatasi gejala atrofi vagina tanpa meningkatkan kadar estrogen dalam aliran darah.
Terapi ini tersedia dalam bentuk berikut ini.
- Krim estrogen vagina. Obat ini biasanya digunakan setiap hari selama beberapa minggu, tetapi setelah gejala membaik dapat digunakan 2–3 kali seminggu.
- Cincin vagina. Dokter akan memasang cincin tipis dan fleksibel ini ke dalam vagina. Nantinya, cincin ini akan melepaskan hormon estrogen dengan dosis rendah selama tiga bulan.
- Tablet vagina. Tablet kecil perlu dimasukkan ke dalam vagina menggunakan aplikator untuk membantu meningkatkan hormon estrogen.
- Suppositoria estrogen vagina. Suppositoria estrogen dosis rendah ini dimasukkan sekitar 5 cm ke dalam saluran vagina setiap hari selama beberapa minggu.
2. Terapi pengganti hormon
Bila atrofi sel dinding vagina dikaitkan dengan gejala menopause lainnya, dokter mungkin akan menyarankan pil estrogen, patch, gel, atau cincin estrogen dalam dosis tinggi.
Pengobatan atrofi vagina ini juga dikenal dengan estrogen sistemik, yaitu jenis terapi hormon yang dapat membantu orang yang memiliki gejala menopause seperti hot flashes yang parah.
3. Pelumas dan pelembap
Penggunaan pelumas dan pelembap juga dapat mengatasi kekeringan vagina. Ini dapat meningkatkan kenyamanan saat berhubungan intim.
Hal ini karena pelumas tersebut dapat mengurangi gesekan dan rasa sakit saat berhubungan intim. Umumnya, pelumas ini berbahan dasar air, silikon, atau minyak.
Beberapa minyak alami, seperti minyak zaitun dan minyak kelapa, mungkin juga dapat dilakukan sebagai pelumas dan pelembap. Namun, efektivitas penggunaan minyak alami ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.
4. Perawatan laser
Perawatan laser CO2 noninvasif dan nonbedah dapat membantu meregenerasi jaringan vagina dan meningkatkan kekuatan dan elastisitasnya.
Namun, sayangnya pengobatan satu ini belum disetujui oleh Food Drug Administration (FDA), karena masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menentukan efektivitas dan keamanannya.
5. Dilator
Dilator juga dapat menjadi pilihan pengobatan atrofi vagina nonhormonal. Perawatan ini juga dapat dilakukan sebagai tambahan terapi estrogen.
Alat ini dapat merangsang dan meregangkan otot-otot vagina sehingga ukuran vagina menjadi lebih besar. Hal ini tentu dapat meningkatkan kenyamanan saat berhubungan intim.
6. Ospemifene
Obat ospemifene merupakan pil yang akan diminum setiap hari.
Manfaat pil satu ini mirip dengan estrogen, meski sebenarnya obat ini tidak mengandung estrogen.
7. Prasteron (Intrarosa)
Alat suntik vagina ini dapat menyalurkan hormon DHEA atau dehydroepiandrosterone langsung ke vagina untuk membantu meredakan nyeri saat berhubungan intim.
DHEA merupakan hormon yang membantu tubuh memproduksi hormon lain, termasuk hormon estrogen.
Bila Anda mengalami gejala atrofi seperti yang telah dijelaskan di atas, jangan ragu untuk berkonsultasi kepada dokter untuk mendapatkan perawatan yang tepat.
+ There are no comments
Add yours